Translate

Welcome Guys

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label contoh puisi semua angkatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label contoh puisi semua angkatan. Tampilkan semua postingan

puisi w.s rendra

Written By iqbal_editing on Senin, 13 Mei 2013 | 17.29

SAJAK SEBATANG LISONG

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkangberak di atas kepala mereka
matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak – kanak
tanpa pendidikan
aku bertanya
tetapi pertanyaan – pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis – papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
delapan juta kanak – kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
????????..
menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana – sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan
dan di langit
para teknokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
gunung – gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes – protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair – penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
termangu – mangu di kaki dewi kesenian
bunga – bunga bangsa tahun depan
berkunang – kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta – juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
???????????
kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing
diktat – diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa – desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata
inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
RENDRA( itb bandung – 19 agustus 1978 )

Bahwa Kita Ditatang Seratus Dewa
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara engkau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerana setiap orang mengalaminya
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahsia langit dan samodra
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
tetapi demi kehormatan seorang manusia.
kerana sesungguhnya kita bukanlah debu
meski kita telah reyot,tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorang pun berkuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak peranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana dahulu kita tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi,dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerana bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan,manusia sesama,nasib dan kehidupan.
Lihatlah! sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahawa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dr kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa hidup kita ditatang seratus dewa.
~ W.S Rendra ~ 1972

Aku Tulis Pamplet Ini
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
Sajak ini dibuat di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1998 dan
dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998

Perempuan yang Tergusur
Hujan lebat turun di hulu subuh
disertai angin gemuruh
yang menerbangkan mimpi
yang lalu tersangkut di ranting pohon
Aku terjaga dan termangu
menatap rak buku-buku
mendengar hujan menghajar dinding
rumah kayuku.
Tiba-tiba pikiran mengganti mimpi
dan lalu terbayanglah wajahmu,
wahai perempupan yang tergusur!
Tanpa pilihan
ibumu mati ketika kamu bayi
dan kamu tak pernah tahu siapa ayahmu.
Kamu diasuh nenekmu yang miskin di desa.
Umur enam belas kamu dibawa ke kota
oleh sopir taxi yang mengawinimu.
Karena suka berjudi
ia menambah penghasilan sebagai germo.
Ia paksa kamu jadi primadona pelacurnya.
Bila kamu ragu dan murung,
lalu kurang setoran kamu berikan,
ia memukul kamu babak belur.
Tapi kemudian ia mati ditembak tentara
ketika ikut demontrasi politik
sebagai demonstran bayaran.
Sebagai janda yang pelacur
kamu tinggal di gubuk tepi kali
dibatas kota
Gubernur dan para anggota DPRD
menggolongkanmu sebagai tikus got
yang mengganggu peradaban.
Di dalam hukum positif tempatmu tidak ada.
Jadi kamu digusur.
Didalam hujuan lebat pagi ini
apakah kamu lagi berjalan tanpa tujuan
sambhil memeluk kantong plastik
yang berisi sisa hartamu?
Ataukah berteduh di bawah jembatan?
Impian dan usaha
bagai tata rias yang luntur oleh hujan
mengotori wajahmu.
kamu tidak merdeka.
Kamu adalah korban tenung keadaan.
Keadilan terletak diseberang highway yang bebahaya
yang tak mungkin kamu seberangi.
Aku tak tahu cara seketika untuk membelamu.
Tetapi aku memihak kepadamu.
Dengan sajak ini bolehkan aku menyusut keringat dingin
di jidatmu?
O,cendawan peradaban!
O, teka-teki keadilan!
Waktu berjalan satu arah saja.
Tetapi ia bukan garis lurus.
Ia penuh kelokan yang mengejutkan,
gunung dan jurang yang mengecilkan hati,
Setiap kali kamu lewati kelokan yang berbahaya
puncak penderitaan yang menyakitkan hati,
atau tiba di dasar jurang yang berlimbah lelah,
selalu kamu dapati kedudukan yang tak berubah,
ialah kedudukan kaum terhina.
Tapi aku kagum pada daya tahanmu,
pada caramu menikmati setiap kesempatan,
pada kemampuanmu berdamai dengan dunia,
pada kemampuanmu berdamai dengan diri sendiri,
dan caramu merawat selimut dengan hati-hati.
Ternyata di gurun pasir kehidupan yang penuh bencana
semak yang berduri bisa juga berbunga.
Menyaksikan kamu tertawa
karena melihat ada kelucuan di dalam ironi,
diam-diam aku memuja kamu di hati ini.
Cipayung Jaya
3 Desember 2003 Rendra

Makna sebuah titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan
padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya
ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta
kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu
adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak
keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah
untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama
saja”

Rumpun Alang-alang
Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang
Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang
malang
Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal
Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada.

KANGEN

Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
kau tak akan mengerti segala lukaku
kerna luka telah sembunyikan pisaunya.
Membayangkan wajahmu adalah siksa.
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.
Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi
itulah berarti
aku tungku tanpa api.
KENANGAN DAN KESEPIAN
Rumah tua
dan pagar batu.
Langit di desa
sawah dan bambu.
Berkenalan dengan sepi
pada kejemuan disandarkan dirinya.
Jalanan berdebu tak berhati
lewat nasib menatapnya.
Cinta yang datang
burung tak tergenggam.
Batang baja waktu lengang
dari belakang menikam.
Rumah tua
dan pagar batu.
Kenangan lama
dan sepi yang syahdu.
17.29 | 0 komentar | Read More

puisi taufiq ismail

PANTUN TERANG BULAN DI MIDWEST

Sebuah bulan sempurna
Bersinar agak merah
Lingkarannya di sana
Awan menggaris bawah

Sungai Mississippi
Lebar dan keruh
Bunyi-bunyi sepi
Amat gemuruh

Ladang-ladang jagung
Rawa-rawa dukana
Serangga mendengung
Sampaikah suara

Cuaca musim gugur
Bukit membisu
Asap yang hancur
Biru abu-abu

Danau yang di sana
Seribu burung belibis
Lereng pohon pina
Angin pun gerimis

1971


BUNGA ALANG - ALANG


Bunga alang-alang
Di tebing kemarau
Menggelombang

Mengantar
Bisik cemara
Dalam getar

Di jalan setapak
Engkau berjalan
Sendiri

Ketika pepohon damar
Menjajari
Bintang pagi

Sesudah topan
Membarut
Warna jingga


Dan seribu kalong
Bergayut
Di puncak randu


Di bawah bungur
Kaupungut
Bunga rindu

Sementara awan
Menyapu-nyapu
Flamboyan

Kemarau pun
Berangkat
Dengan kaki tergesa

Dalam angin
Yang menerbangkan
Serbuk bunga.

1963


DI TELUK IKAN PUTIH


Di Teluk Ikan Putih, telah terjangkar jasmaniku di pelabuhannya
Pada kapal-kapal yang masuk dan tertambat sehari-hari
Anak-anak camar bertebar atas arus melancar
Dan perbukitan dandan perlente pina-pina berduri

Di Teluk Ikan Putih menutup siang musim semi panjang
Pada langitnya keruh asap, bayang bangunan dan baja
Di perut kota bangkitlah malam sambil melenggang
Dan dermaganya hening lelap, berlelehan keristal kaca

Selamat jalan, malam-malam putih berhujan kapas
Lewati perairan alim dengan pipinya dingin
Masih ada yang berlinangan di sela gugusan karang
Ngenangkan musim mengandung belati dalam angin
Jabatlah teluk kami, persinggahan di tahun datang.

1957


LAGU UNGGAS LAGU IKAN


Katak rawa-rawa
Menyanyi sendiri

Pii
Wii


Serangga pepohonan
Daun bermerahan

Angsa menggelepar
Dan berbunyi

Pii
Wii


Ikan danau jauh
Jerami yang luruh

Langit mengental
Paya-paya kristal


Unggas sembunyi
Hutan pun mati
Bunyi yang sunyi


Pii
Wii

1971


ADAKAH SUARA CEMARA
Ati


Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik daunan lepas

Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana

Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
17.25 | 0 komentar | Read More

puisi chairil anwar

DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah


PUISI KEHIDUPAN
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan
Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku
Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?
Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…
Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…
Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah



AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi


SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah


YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
17.22 | 0 komentar | Read More

puisi

EMAHAMI PUISI

Puisi adalah karya sastra yang menyampaikan pesannya dengan bahasa lebih padat dan penuh makna daripada pemakaian bahasa pada karya sastra lainnya seperti prosa dan drama. Dalam puisi terdapat unsur yang membangun puisi itu sendiri. Unsur-unsur yang terdapat dalam puisi terdiri dari unsur dalam yang biasa disebut dengan unsur intrinsik dan unsur luar yang biasa disebut dengan unsur ektrinsik. Pada pokok bahasan materi ini, akan dibahas beberapa unsur intrinsik sebagai unsur yang membangun terbentuknya suatu puisi. Unsur intrinsik puisi adalah unsur yang membangun dari dalam puisi itu sendiri. Maksudnya unsur-unsur yang terkandung atau terdapat di dalam puisi itu sendiri.
Berikut ini uraian singkat unsur-unsur intrinsik puisi:
1. Tema
Tema merupakan permasalahan pokok / gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam menuliskan puisinya. Tema-tema dalam puisi, misalnya: ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme (perjuangan membela tanah air, cinta tanah kelahiran, cinta kasih, protes sosial, dll.)
Menurut Herman J. Waluyo, tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair melalui puisinya. Tema bersifat khusus (diacu dari penyair), objektif (pembaca harus menafsirkan sama) dan lugas (bukan makna kias yang diambil dari konotasinya). Jika ingin mengetahui tema sedikit banyak kamu harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah dalam menafsirkan.

2. Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan penyair melalui karangannya. Amanat tersirat di balik rangkaian kata, bisa juga berada di balik tema yang diungkapkan. Pesan diungkapkan dengan makna yang terdapat dalam kata-kata pada puisi.

3. Citraan
Citraan bisa diartikan pencerapan indera terhadap objek (kata-kata dalam puisi). Ada beberapa citraan yang digunakan para penyair berdasarkan penyerapan inderanya terhadap objek.
Berikut ini beberapa macam citraan dan contohnya dalam puisi :
a. Citraan perasaan
Gerimis telah bersedih
Di atas bumi yang letih
Di atas jasad yang pedih
Jiwa menangis diiris sedih
Berlumuran durja penuh kesedihan
Jiwa tersedu menangis merintih
Badan terkulai penuh penderitaan

b. Citraan bauan / penciuman
Harum madu
Di mawar merah
Semerbak mewangi
Mentari di tengah-tengah

c. Citraan visual / penglihatan
Kuingin engkau pergi
Pergi menjauh ke balik awan
….
Berbelit jalan
Ke gunung kapur
Antara Bandung dan Cianjur

d. Citraan pendengaran
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
….
Denting suara piano
Membangunkan mimpiku
Di tengah malam sunyi

e. Citraan gerak
Di luar angin berputar-putar
Menerjang kiri kanan
Tak terkendali menerpa menerobos angan

4. Nada dan Suasana
Nada bermakna sikap penyair terhadap pembaca. Bagaimana penyair bersikap pada pembaca, misalnya menghakimi, menggurui, menyindir, menghasut dan sebagainya.
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi. Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca. Akibat itu akan menumbuhkan kesan tertentu, misalnya haru, murung, ceria, heroik, putus asa, iba.

5. Rasa
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili perasaan penyair. Dengan kata lain puisi merupakan ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan atau kesanggupan kepada kekasih, alam, pahlawan, atau kepada Tuhan.

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam puisi biasa disebut dengan majas. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi memiliki beraneka ragam jenis. Jenis-jenis gaya bahasa tersebut memiliki ciri masing-masing. Beberapa jenis majas dalam puisi sebagai berikut.
a. Hiperbola
Hiperbola merupakan jenis majas yang menggunakan kata-kata bermakna berlebihan.
Contoh: Suaranya menggetarkan bumi, semangatnya membara, kata-katanya menghancurleburkan hatiku
b. Personifikasi
Majas personifikasi merupakan jenis majas yang memaknai benda mati seolah-olah hidup atau mengumpamakan mahkluk hidup selain manusia yang dapat bertindak seperti manusia.
contoh: ombak berkejaran, mentari menyapa, bulan sembunyi, rumput bergoyang, nyiur melambai, burung menyanyi
c. Ironi
Majas ironi merupakan jenis majas yang bermakna sindiran halus kepada seseorang.
contoh: Saya bangga padamu karena tidak pernah mengumpulkan tugas.
Suaramu memang bagus, tetapi lebih bagus kamu tidak bersuara.
Rajin sekali dirimu, sudah siang begini baru bangun tidur.
d. Metafora
Majas metafora merupakan salah satu jenis maja yang membandingkan satu benda dengan benda lain.
contoh: dewi malam (:bulan), raja hutan (:singa), tikut kantor (:koruptor), bunga desa (:wanita pujaan di suatu desa)
e. Litotes
Majas litotes merupakan salah satu jenis majas yang bermakna merendahkan diri sendiri
contoh: Silakan menikmati hidangan seadanya. (kenyataannya makanan yang dihidangkan sangat mewah)
Kami hanya tinggal di gubuk tua. (kenyataannya tinggal di rumah istana)
f. Simile
Majas simile merupakan salah satu jenis majas yang bermakna perumapamaan secara langsung. Biasanya pada majas ini ditandai dengan kata hubung bermakan seperti (bagaikan, ibarat, laksana, bak)
contoh: Gadis itu bagaikan bidadari surga.
Dirimu seperti bintang di hatiku.
13.37 | 0 komentar | Read More

puisi

Written By iqbal_editing on Senin, 29 April 2013 | 11.58

Senin, 04 Februari 2013

contoh puisi angkatan 20, 45, 50



kumpulan puisi - puisi dari angkatan 20 (balai pustaka), 45, sama 50 buat tugas bio tadinya, tapi gak jadi alias gagal. ya udah tak share aja...
Karya Muh. Hamin
1. Adapun Kami Anak Sekarang
 Mari Berjejrih Berbanting Tulang
 Menjaga Kemegahan Jangalah Hilang,
 Supaya Lepas Ke Padang Yang Bebas
 Sebagai Poyangku Masa Dahulu,
 Karena Bangsaku Dalam Hatiku
 Turunan Indonesia Darah Melayu


2. Di Lautan Hindia

 Mendengarkan Ombak Pada Hampirku
 Debar - Mendebar Kiri Dan Kanan
 Melagukan Nyanyi Penuh Santunan
 Terbitlah Rindu Ke Tempat Lahirku

 Sebelah Timur Pada Pinggirku
 Diliputi Langit Berawan - Awan
 Kelihatan Pulau Penuh Keheranan
 Itulah Gerangan Tanah Airku

 Di Mana Laut Debur - Mendebur
 Serta Mendesir Tiba Di Papsir
 Di Sanalah Jiwaku, Mula Bertabur
 Di Mana Ombak Sembur - Menyembur
 Membasahi Barisan Sebuah Pesisir
 Di Sanalah Hendaknya, Aku Berkubur 
Bukit Barisan karya Moh. Yamin
Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandang beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan ngarai,
Lagipun sawah, telaga nan permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.

Puisi Karya Sanusi Pane: Teratai

Friday, 16 March 2012 5:05 am
Karya: Sanusi Pane

Kepada Ki Hajar Dewantoro
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah O Teratai Bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau pun turut menjaga zaman

Rustam Effendi

BUKA N BETA BIJAK BERPERI
bukan beta bijak berperi,
pandai menggubah madahan syair,
bukan beta budak negeri,
musti menurut undangan mair.
sarat saraf saya mungkiri,
untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
sebab laguku menurut sukma.
susah sungguh saya sampaikan,
degup – degupan di dalam kalbu,
lemah laun lagi dengungan,
matnya digamat rasaian waktu.
sering saya susah sesaat,
sebab madahan tidak nak datang,
sering saya sulit menekat,
sebab terkurang lukisan memang.
bukan beta bijak berlagu,
dapat melemah bingkaian pantun,
bukan beta berbuat baru,
hanya mendengar bisikan alun.
( Percikan Permenungan, 1926
DERAI DERAI CEMARA
Chairil Anwar

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949
SURAT CINTA
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah.
Wahai, dik Narti,
Aku cinta kepadamu!

Kutulis surat ini
Kala hujan menangis
Dan dua ekor belibis
Bercintaan adlam kolam
Bagai dua anak nakal
Jenaka dan manis
Mengibaskan ekor
Serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, dik Narti,
Kupinang kau menjadi istriku

Kaki-kaki hujan yang runcing
Menyentuhkan ujungnya di bumi.
Kaki-kaki cinta yang tegas
Bagai logam berat gemerlapan
Menempuh ke muka
Dan tak’kan kunjung diundurkan.
Selusin malaikat
Telah turun
Di kala hujan gerimir.
Di muka kaca jendela
Mereka berkata dan mencuci rambutnya
Untuk ke pesta.
Wahai, dik Narti,
Dengan pakaian pengantin yang anggun
Bunga-bunga serta keris keramat
Aku ingin membimbingmu ke altar
Untuk dikawinkan.
Aku melamarmu.
Kau tahu dari dulu:
Tiada lebih buruk
Dan tiada lebih baik
Dari yang lain…
Penyair dari kehidupan sehari-hari
Orang yang bermula dari kata
Kata yang bermula dari
Kehidupan, pikir dan rasa.

Semangat kehidupan yang kuat
Bagai berjuta-juta jarum alit
Menusuki kulit langit:
Kantong rejeki dan restu wingit.
Lalu tumpahlah gerimis.

Angin dan cinta
Mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuat
Bagai seribu tangan gaib
Menyebarkan seribu jaring
Menyergap hatimu
Yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung
Tawananku.
Putri duyung dengan
Suara merdu lembut
Bagai angin laut,
Mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
Dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
Tergolek lemas
Mengejap-kejapkan matanya yang indah
Dalam jaringku.
Wahai, putri duyung,
Aku menjaringmu
Aku melamarmu.

Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Kerna langit
Gadis manja dan manis
Menangis minta mainan.

Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, dik Narti,
Kuingin dikau
Menjadi ibu anak-anakku!
11.58 | 0 komentar | Read More
 
berita unik